Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang menyeimbangkan pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan. Sebelum munculnya konsep balanced scorecard, yang umum dipergunakan dalam perusahaan selama ini ialah pengukuran kinerja tradisional yang spesialuntuk menitikberatkan pada sektor keuangan saja.
Pengukuran kinerja tradisional tersebut menyebabkan orientasi perusahaan spesialuntuk pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang bisa mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.
Cukup disadari remaja ini, bahwa pengukuran kinerja keuangan yang dipakai oleh banyak perusahaan untuk mengukur kinerja administrator tidak lagi memadai, sehingga lahirlah konsep “Balanced Scorecard.” Balanced scorecard ialah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan (Guru Besar Akuntansi di Harvard Business School) dan David P. Norton (Presiden dari Renaissance Solutions, Inc.).
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yakni kartu skor (scorecard) dan diberimbang (balanced). Kartu skor ialah kartu yang dipakai untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kata diberimbang dimaksudkan untuk memberikan bahwa kinerja personel diukur secara diberimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Dari definisi tersebut Mulyadi (2001:1) beropini bahwa secara sederhana pengertian Balanced Scorecard ialah kartu skor yang dipakai untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern.
Pengertian Balanced Scorecard berdasarkan Sukardi (2003:8-14) ialah sistem pengukuran kinerja yang berserius pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang 4 perspektif balanced scorecard, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal.
Balanced Scorecard didefinisikan oleh Luis (2007:16) sebagai suatu alat administrasi kinerja (performance management tool) yang sanggup memmenolong organisasi untuk menterjemahkan visi dan taktik ke dalam agresi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non finansial yang ketiruananya terjalin dalam suatu hubungan alasannya akibat.
Dari banyak sekali definisi sanggup disimpulkan bahwa Balanced Scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang berserius pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal yang sanggup memmenolong organisasi untuk menerjemahkan visi dan taktik ke dalam agresi dimana tiruana perspektif tersebut terjalin dalam suatu hubungan alasannya akibat.
Secara umum, terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam balanced scorecard, yaitu:
Perspektif keuangan tetap dipakai dalam Balance Scorecard, lantaran ukuran keuangan memberikan apakah perencanaan dan pelaksanaan taktik perusahaan mempersembahkan perbaikan atau tidak bagi peningkatan keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam samasukan-samasukan yang secara khusus bekerjasama dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan Norton, 2001). Tiap tahapan mempunyai samasukan yang tidak sama, sehingga aksentuasi pengukurannya pun tidak sama pula.
1. Growth (bertumbuh)
Tahap pertumbuhan menjadi tahap pertama dalam siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini perusahaan berusaha untuk memakai sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Selain itu, perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun kemudahan produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaenteng distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar perusahaan akan selalu dalam keadaan rugi, lantaran tahap ini perusahaan memseriuskan untuk penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nanti.
2. Sustain (bertahan)
adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melaksanakan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini perusahaan masih mempunyai daya tarik yang elok bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Dalam tahap ini perusahaan harus bisa mempertahankan pangsa pasar yang sudah dimiliki dan harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik sehingga secara sedikit demi sedikit akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.
Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas sanggup ditetapkan dengan memakai ukuran yang berkaitan dengan keuntungan operasional. Untuk mendapat profitabilitas yang baik tentunya para manajer harus bekerja keras untuk meterbaikkan pendapat yang dihasilkan dari investasi modal, sedangkan untuk unit bisnis yang sudah mempunyai otonomi diminta tidak spesialuntuk mengelola arus pendapatan, tetapi juga tingkat investasi modal yang sudah ditanamkan dalam unit bisnis yang bersangkutan. Tolak ukur lain yang kerap dipakai pada tahap ini, contohnya ROI, profit margin, dan operating ratio.
3. Harvest (Menuai)
Tahap ini ialah tahap pendewasaan bagi sebuah perusahaan, lantaran pada tahap ini perusahaan tinggal menuai dari investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya, yang harus dilakukan pada tahap ini ialah perusahaan tidak lagi melaksanakan investasi, tetapi spesialuntuk memelihara biar perusahaan berjalan dengan baik.
Filosofi administrasi terkini sudah memberikan peningkatan ratifikasi atas pentingnya konsumen focus dan konsumen satisfaction. Perspektif ini ialahleading indicator. Jadi, bila pelanggan tidak puas maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuha n mereka. Kinerja yang jelek dariperspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun dikala ini kinerja keuangan terlihat baik.
Oleh Kaplan dan Norton (2001) perspektif pelanggan dibagi menjadi dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer value prepositions. Customer Core Measurement mempunyai beberapa komponen pengukuran, yaitu:
1. Product or service attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan mempunyai preferensi yang tidak sama-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya pengukuran kinerja diputuskan berdasarkan hal tersebut.
2. Konsumen relationship
Menyangkut perasaan pelanggan te rhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan duduk kasus waktu penyampaian. Waktu ialah komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan sempurna waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.
3. Image and reputasi
Menggambarkan faktor-faktor in tangible yang menarikdanunik seorang konsumen untuk bekerjasama dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi sanggup dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas ibarat yang dijanjikan.
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan memakai analisis value-chain. Disini administrasi mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak sanggup dilakukan oleh konsultan luar.
Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam tiga tahapan, yaitu:
1. Proses penemuan
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses penemuan ialah salah satu Koreksial proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses penemuan ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilat tambah bagi pelanggan. Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman ihwal kebutuhan dari pelanggan dan membuat produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses penemuan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bab marketing sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar sudah memenuhi syarat-syarat pemamasukan dan sanggup dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas marketing iniialah acara penting dalam memilih kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.
2. Proses Operasi
Proses operasi ialah proses untuk membuat dan memberikan produk atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.
3. Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini ialah jasa pelaya nan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, contohnya penanganan garansi dan perbai kan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan sanggup mengukur apakah upayanya dalam pelaya nan purna jual ini sudah memenuhi cita-cita pelanggan, dengan memakai tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu ibarat yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan sanggup memakai pengukuran waktu dari dikala keluhan pelanggan diterima sampai keluhan tersebut diselesaikan.
Berikut ialah gambar perspektif proses bisnis internal:
Proses ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kinerja jangka panjang. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan mekanisme organisasi. Yang termasuk dalam perspektif ini ialah petes pegawai dan budaya perusahaan yang bekerjasama dengan perbaikan individu dan organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif balanced scorecard sebelumnya biasanya akan memberikan kesentidakboleh yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan mekanisme yang ada dikala ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. INI alasan mengapa perusahaan harus melaksanakan investasi di ketigafaktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).
Dalam perspektif ini, ada faktor-faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja
Dalam hal ini administrasi dituntut untuk memperbaiki pemikiran pegawai terhadap organisasi, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya sanggup dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Kapabilitas system isu
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai sudah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diharapkan informasi-informasi yang terbaik. melaluiataubersamaini kemampuan sistem isu yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan administrasi dan pegawai atas in gugusan yang akurat dan sempurna waktu sanggup dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3. Motivasi, kekuasaan dan keselarasan
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemdiberian motivasi dan inisiatif yang sebe sar-besarnya bagi pegawai. Paradigma administrasi terbaru menunjukan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melaksanakan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang administrasi strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya tersebut perlu didukung dengan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan upaya adaptasi yang terus menerus yang sejalan dengan tujuan organisasi.
Berikut ialah gambar perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:
Dari keempat perspektif tersebut terdapat hubungan alasannya jawaban yang ialah pembagian terstruktur mengenai tujuan dan pengukuran dari masing-masing perspektif. Hubungan banyak sekali samasukan strategic yang di hasilkan dalam perencanaan strategic dengan kerangka Balanced Scorecard menjanjikan peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan. Kemampuan ini sangat diharapkan oleh perusahaan yang memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
Berikut ini ialah gambar yang menunjukan ihwal hubungan alasannya jawaban keempat perspektif dalam Balance Scorecard :
Pengukuran kinerja tradisional tersebut menyebabkan orientasi perusahaan spesialuntuk pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang bisa mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.
Cukup disadari remaja ini, bahwa pengukuran kinerja keuangan yang dipakai oleh banyak perusahaan untuk mengukur kinerja administrator tidak lagi memadai, sehingga lahirlah konsep “Balanced Scorecard.” Balanced scorecard ialah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan (Guru Besar Akuntansi di Harvard Business School) dan David P. Norton (Presiden dari Renaissance Solutions, Inc.).
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yakni kartu skor (scorecard) dan diberimbang (balanced). Kartu skor ialah kartu yang dipakai untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kata diberimbang dimaksudkan untuk memberikan bahwa kinerja personel diukur secara diberimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Dari definisi tersebut Mulyadi (2001:1) beropini bahwa secara sederhana pengertian Balanced Scorecard ialah kartu skor yang dipakai untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern.
Pengertian Balanced Scorecard berdasarkan Sukardi (2003:8-14) ialah sistem pengukuran kinerja yang berserius pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang 4 perspektif balanced scorecard, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal.
Balanced Scorecard didefinisikan oleh Luis (2007:16) sebagai suatu alat administrasi kinerja (performance management tool) yang sanggup memmenolong organisasi untuk menterjemahkan visi dan taktik ke dalam agresi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non finansial yang ketiruananya terjalin dalam suatu hubungan alasannya akibat.
Dari banyak sekali definisi sanggup disimpulkan bahwa Balanced Scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang berserius pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal yang sanggup memmenolong organisasi untuk menerjemahkan visi dan taktik ke dalam agresi dimana tiruana perspektif tersebut terjalin dalam suatu hubungan alasannya akibat.
Secara umum, terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam balanced scorecard, yaitu:
- Perspektif keuangan
- Perspektif pelanggan atau konsumen
- Perspektif proses internal bisnis
- Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
A. PERSPEKTIF KEUANGAN (Financial Perspective)
Perspektif keuangan tetap dipakai dalam Balance Scorecard, lantaran ukuran keuangan memberikan apakah perencanaan dan pelaksanaan taktik perusahaan mempersembahkan perbaikan atau tidak bagi peningkatan keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam samasukan-samasukan yang secara khusus bekerjasama dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan Norton, 2001). Tiap tahapan mempunyai samasukan yang tidak sama, sehingga aksentuasi pengukurannya pun tidak sama pula.
1. Growth (bertumbuh)
Tahap pertumbuhan menjadi tahap pertama dalam siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini perusahaan berusaha untuk memakai sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Selain itu, perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun kemudahan produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaenteng distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar perusahaan akan selalu dalam keadaan rugi, lantaran tahap ini perusahaan memseriuskan untuk penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nanti.
2. Sustain (bertahan)
adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melaksanakan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini perusahaan masih mempunyai daya tarik yang elok bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Dalam tahap ini perusahaan harus bisa mempertahankan pangsa pasar yang sudah dimiliki dan harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik sehingga secara sedikit demi sedikit akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.
Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas sanggup ditetapkan dengan memakai ukuran yang berkaitan dengan keuntungan operasional. Untuk mendapat profitabilitas yang baik tentunya para manajer harus bekerja keras untuk meterbaikkan pendapat yang dihasilkan dari investasi modal, sedangkan untuk unit bisnis yang sudah mempunyai otonomi diminta tidak spesialuntuk mengelola arus pendapatan, tetapi juga tingkat investasi modal yang sudah ditanamkan dalam unit bisnis yang bersangkutan. Tolak ukur lain yang kerap dipakai pada tahap ini, contohnya ROI, profit margin, dan operating ratio.
3. Harvest (Menuai)
Tahap ini ialah tahap pendewasaan bagi sebuah perusahaan, lantaran pada tahap ini perusahaan tinggal menuai dari investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya, yang harus dilakukan pada tahap ini ialah perusahaan tidak lagi melaksanakan investasi, tetapi spesialuntuk memelihara biar perusahaan berjalan dengan baik.
B. PERSPEKTIF PELANGGAN (Customer Perspective)
Filosofi administrasi terkini sudah memberikan peningkatan ratifikasi atas pentingnya konsumen focus dan konsumen satisfaction. Perspektif ini ialahleading indicator. Jadi, bila pelanggan tidak puas maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuha n mereka. Kinerja yang jelek dariperspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun dikala ini kinerja keuangan terlihat baik.
Oleh Kaplan dan Norton (2001) perspektif pelanggan dibagi menjadi dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer value prepositions. Customer Core Measurement mempunyai beberapa komponen pengukuran, yaitu:
- Market Share (pangsa pasar); Pengukuran ini mencerminkan bab yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
- Customer Retention (retensi pelanggan); Mengukur tingkat di mana perusahaan sanggup mempertahankan hubungan dengan konsumen.
- Customer Acquisition (akuisisi pelanggan); mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis bisa menarikdanunik pelanggan gres atau memenangkan bisnis baru.
- Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan); Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.
- Customer Profitability (profitabilitas pelanggan); mengukur keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada konsumen.
1. Product or service attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan mempunyai preferensi yang tidak sama-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya pengukuran kinerja diputuskan berdasarkan hal tersebut.
2. Konsumen relationship
Menyangkut perasaan pelanggan te rhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan duduk kasus waktu penyampaian. Waktu ialah komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan sempurna waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.
3. Image and reputasi
Menggambarkan faktor-faktor in tangible yang menarikdanunik seorang konsumen untuk bekerjasama dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi sanggup dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas ibarat yang dijanjikan.
C. PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL (Internal Business Process Perspective)
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan memakai analisis value-chain. Disini administrasi mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak sanggup dilakukan oleh konsultan luar.
Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam tiga tahapan, yaitu:
1. Proses penemuan
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses penemuan ialah salah satu Koreksial proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses penemuan ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilat tambah bagi pelanggan. Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman ihwal kebutuhan dari pelanggan dan membuat produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses penemuan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bab marketing sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar sudah memenuhi syarat-syarat pemamasukan dan sanggup dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas marketing iniialah acara penting dalam memilih kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.
2. Proses Operasi
Proses operasi ialah proses untuk membuat dan memberikan produk atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.
3. Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini ialah jasa pelaya nan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, contohnya penanganan garansi dan perbai kan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan sanggup mengukur apakah upayanya dalam pelaya nan purna jual ini sudah memenuhi cita-cita pelanggan, dengan memakai tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu ibarat yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan sanggup memakai pengukuran waktu dari dikala keluhan pelanggan diterima sampai keluhan tersebut diselesaikan.
Berikut ialah gambar perspektif proses bisnis internal:
D. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN (Learning & Growth Perspective)
Proses ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kinerja jangka panjang. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan mekanisme organisasi. Yang termasuk dalam perspektif ini ialah petes pegawai dan budaya perusahaan yang bekerjasama dengan perbaikan individu dan organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif balanced scorecard sebelumnya biasanya akan memberikan kesentidakboleh yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan mekanisme yang ada dikala ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. INI alasan mengapa perusahaan harus melaksanakan investasi di ketigafaktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).
Dalam perspektif ini, ada faktor-faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja
Dalam hal ini administrasi dituntut untuk memperbaiki pemikiran pegawai terhadap organisasi, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya sanggup dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Kapabilitas system isu
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai sudah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diharapkan informasi-informasi yang terbaik. melaluiataubersamaini kemampuan sistem isu yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan administrasi dan pegawai atas in gugusan yang akurat dan sempurna waktu sanggup dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3. Motivasi, kekuasaan dan keselarasan
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemdiberian motivasi dan inisiatif yang sebe sar-besarnya bagi pegawai. Paradigma administrasi terbaru menunjukan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melaksanakan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang administrasi strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya tersebut perlu didukung dengan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan upaya adaptasi yang terus menerus yang sejalan dengan tujuan organisasi.
Berikut ialah gambar perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:
Dari keempat perspektif tersebut terdapat hubungan alasannya jawaban yang ialah pembagian terstruktur mengenai tujuan dan pengukuran dari masing-masing perspektif. Hubungan banyak sekali samasukan strategic yang di hasilkan dalam perencanaan strategic dengan kerangka Balanced Scorecard menjanjikan peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan. Kemampuan ini sangat diharapkan oleh perusahaan yang memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
Berikut ini ialah gambar yang menunjukan ihwal hubungan alasannya jawaban keempat perspektif dalam Balance Scorecard :
Sebagai pengertian kesimpulan bahwa balanced scorecard ialah sistem pengukuran kinerja yang serius tidak spesialuntuk pada aspek keuangan namun juga pada aspek non keuangan. Pengukuran kinerja tersebut dengan memandang 4 perspektif balanced scorecard yakni perspektif keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, serta perspektif proses bisnis internal. (baca pula: Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard)